Muhammadiyah menyikapi tentang bid'ah
- Memaknai kedudukan bidah
- 4 Hal Pandangan Muhammadiyah tentang bid'ah
-
- 1. Muhammadiyah lebih cenderung dekat dengan kelompok atau corak muwassi’Ä«n dalam memahami bid’ah
- 2. Menyikapi perkara-perkara baru dalam agama yang tidak dijelaskan secara eksplisit baik di dalam Al-Quran maupun Sunnah
- 3. Muhammadiyah menyeimbangkan antara upaya purifikasi dan dinamisasi/modenisasi.
- 4. Muhammadiyah tidak menggunakan terminologi “bid’ah”
- Muhammadiyah dengan Pendekatan Kultural
MEDIAMU.COM - Muhammadiyah menyikapi tentang bid'ah
Memaknai kedudukan bidah
Informasi tentang keberadaan bidah di dalam masyarakat Indonesia ini selalu menjadi hal yang fenomena di dalam kehidupan bermasyarakat tentunya Muhammadiyah hadir dan memposisikan diri sebagai organisasi pembaharu tentang keidentikan sebuah budaya dan adat di suatu tempat.
Fajar Rachmadani dalam tulisannya di Journal Kalimah berjudul Konsep Bid’ah Perspektif Muhammadiyah: Kajian Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Vol. 18 No. 1, Maret 2020 memberikan empat poin tentang bid’ah menurut Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.
4 Hal Pandangan Muhammadiyah tentang bid'ah
1. Muhammadiyah lebih cenderung dekat dengan kelompok atau corak muwassi’Ä«n dalam memahami bid’ah
Muhammadiyah mengartikan bahwa semuanya yang identik dengan yang hal baru yang tidak ada sebelumnya tidak semuanya cenderung ke arah bid'ah selama tidak ada melanggar nilai-nilai keagamaan sebelumnya yang bersifat mutlak itu masih bisa diterima dan bisa dirationalisasikan.
Sikap Muhammadiyah dalam Memandang Hal Baru
Muhammadiyah berpandangan bahwa tidak semua perkara yang tidak dilakukan Nabi hukumnya haram jika dilakukan selama perkara tersebut masih berada di dalam koridor syariah.
“Hal yang menunjukkan sikap Muhammadiyah tersebut adalah fatwa Majelis Tarjih tentang perayaan-perayaan hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, sekaten, dan yang lainnya, di mana Muhammadiyah membolehkan untuk memperingatinya
2. Menyikapi perkara-perkara baru dalam agama yang tidak dijelaskan secara eksplisit baik di dalam Al-Quran maupun Sunnah
Muhammadiyah membedakan antara al-UmÅ«r al-Ta’abbudÄ«y, yaitu perkara yang masuk di dalam ranah ibadah yang bersifat khusus atau irasional, dimana seorang muslim tidak boleh merubah, baik menambah, atau mengurangi serta berinovasi di dalamnya, dan al-UmÅ«r ghair Ta’abbudÄ«y, yaitu perkara dalam agama yang tidak termasuk ranah ibadah khusus.
Jika perkara baru tersebut masuk dalam kategori al-UmÅ«r al-Ta’abbudÄ«y (urusan ibadah), maka perkara tersebut tidak boleh dilakukan. Sehingga bid’ah menurut Muhammadiyah adalah perkara baru yang ada di dalam al-UmÅ«r al-Ta’abbudÄ«y. Adapun mengenai al-UmÅ«r ghair al-Ta’abbudÄ«y, boleh dilakukan sekalipun Nabi SAW tidak pernah mengerjakannya. Dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
3. Muhammadiyah menyeimbangkan antara upaya purifikasi dan dinamisasi/modenisasi.
dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman. Di sini nampak perbedaan antara konsep purifikasi ala Muhammdiyah dengan konsep purifikasi ala Salafi.
“Konsep purifikasi atau pemurnian ala Salafi yang dipahami sebatas kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Sementara membuka pintu ijtihad kurang mendapat perhatian. Purifikasi seperti diidentikkan dengan tekstualisasi. Akibatnya, yang terjadi adalah pembaruan yang sempit cenderung jika tidak boleh dikatakan picik. Sebab, begitu mudah menvonis bid’ah kepada sesuatu hal yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah.
4. Muhammadiyah tidak menggunakan terminologi “bid’ah”
Muhammadiyah lebih memilih istilah-istilah seperti “tidak ada tuntunan untuk itu”, “Tidak ada dasar tuntunan untuk melakukan…”, ataupun istilah “dalilnya lemah…”.
Hal itu disebabkan karena penggunaan istilah bid’ah yang kurang tepat maupun proporsional. Apalagi jika digunakan untuk menghukumi masalah-masalah khilafiyah dalam agama, akan berpotensi memicu perselisihan serta perpecahan di tengah umat.
Muhammadiyah dengan Pendekatan Kultural
Muhammadiyah lebih menggunakan pendekatan dakwah kultural dalam upaya purifikasinya. Implementasi langkah purifikasi yang dilakukan Muhammadiyah tidak dengan cara frontal dan radikal tetapi dengan persuasif dan kultural.
Demikianlah pandangan Muhammadiyah terkait praktik bidah di dalam kalangan masyarakat dengan kesimpulan tidak semuanya hal yang baru di dalam agama ini bisa disimpulkan dengan bid'ah selama tidak melanggar nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai keislaman sebelumnya yang bersifat mutlak. Simak artikel lainnya di mediamu.com
Editor: Muhammad Fajrul Falaq falaq
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow