ads
Adakah Dasar Hukum Mengadzani Bayi Baru Lahir?

Adakah Dasar Hukum Mengadzani Bayi Baru Lahir?

Smallest Font
Largest Font

Mengadzani bayi yang baru lahir merupakan sesuatu yang lazim terjadi di masyarakat. Tetapi bagaimana tuntunan sebenarnya dalam Islam?

Ustadz Ali Yusuf dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam agenda Tarjih Menjawab di kanal YouTube Redaksi Website mengatakan, “Anak adalah amanah dan sesuatu yang suci, karena anak itu lahir dalam keadaan suci. Maka seyogyanya kita sebagai orangtuanya memperlakukan anak dalam keadaan suci pula, dalam pengertian bahwa apa-apa yang dituntunkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, itu pula yang harus dilakukan terhadap anak kita.”

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Realitas dalam masyarakat, ketika anak lahir disambut dengan suka cita dan bahagia. Tidak jarang kebahagiaan tersebut dibumbui berbagai hal, misalnya tradisi dan adat kebiasaan masyarakat atau lainnya. Islam tidak melarang seseorang bersuka cita, termasuk tidak melarang seseorang menyambut kelahiran anaknya. Akan tetapi Islam mengajarkan agar umat-Nya melakukan penyambutan sesuai dengan tuntunan Islam.

Salah satu tradisi yang populer di masyarakat ketika bayi dilahirkan ialah mengadzani atau mengiqamatkan. Tradisi ini tidak serta merta muncul begitu saja, bahkan di kalangan ulama terdapat perselisihan pendapat terkait boleh atau tidaknya melakukan hal tersebut.

“Dalam persoalan ini memang ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat tidak boleh atau tidak ada tuntunannya,” tutur Ustad Ali Yusuf.

Ia melanjutkan, “Hal itu tentu berdasarkan keterangan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengadzankan cucunya yakni Hasan. Hadits tersebut memang ada akan tetapi dari pendekatan ilmu hadits, termasuk bermasalah atau merupakan hadits yang dha’if (lemah).”

Dalam hadits yang menerangkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengadzankan Hasan, dijelaskan Yahya bin Ma’in bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi yang bernama ‘Ubaidillah, ia merupakan perawi yang dha’if. Imam Bukhari juga mengatakan bahwa haditsnya adalah maudhu’, dan Muhammad bin Sa’id mengatakan bahwa hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits tersebut berbunyi:

عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ

Artinya : Dari Ashim bin Ubaidullah dari Ubaidullah bin Abu Rafi’ dari apaknya ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan adzan -shalat- pada telinga Hasan bin Ali saat ia dilahirkan oleh Fatimah.”

Oleh karena itu hadits di atas tidak dapat di jadikan sebagai hujjah.

“Terdapat beberapa hadits lain yang menunjukkan tuntunan untuk mengadzankan bayi yang baru dilahirkan, tetapi hampir semuanya merupakan hadits yang dha’if sehingga tidak bisa dijadikan dasar atau alasan untuk mengharuskan semua orang yang baru lahir diadzankan atau diiqamatkan,” tegas Ustadz Ali Yusuf.

Berkaitan dengan penyambutan kelahiran seorang anak, beliau memberikan penjelasan yang sesuai dengan tuntunan Islam tentang apa yang sebaiknya dilakukan.

Pertama, senantiasa bersyukur kepada Allah karena telah diberikan anugrah yang sangat baik dan mulia.

Kedua, bayi tersebut dibersihkan kemudian di tahniq (meletakkan sesuatu yang manis-manis ke dalam mulut bayi, misalnya kurma atau madu).

Ketiga, mendoakan bayi. Doa yang dibaca ialah sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas yang berbunyi:

ابن عباس رصي الله قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يعود الحسن والحسين ويقول: إن أباكم كان يعود بها اسماعيل واسحاق: أعود بكلمات الله التامة من كل شيطان وهامه ومن كل عين لامة

Ibnu Abbas berkata, “Nabi saw. meminta perlidungan (semoga selalu dijaga oleh Allah Taala kepada) Hasan dan Hussin beliau berkata, “Sesungguhnya bapamu (Ibrahim berdoa) minta perlidungan dari Allah Taala dengan doa ini kepada Ismail dan Ishak. Dengan doa:

أعود بكلمات الله التامة من كل شيطان وهامه ومن كل عين لامة

Artinya: Aku berlindung dengan kalimah-kalimah Allah yang sempurna (Alquran, Nama-NamaNya dan Sifat-SifatNya)  dari segala ancaman setan dan segala binatang berbisa dan segala kejahatan mata.

Keempat, memberi nama dengan nama yang baik, karena di dalam nama seseorang terdapat do’a dan harapan dari orangtuanya.

Kelima, dilanjutkan dengan melaksanakan aqiqah yang pelaksanaannya pada hari ketujuh dari hari kelahiran. Islam mengatakan bahwa jika anak tersebut laki-laki maka aqiqahnya yaitu disembelihkan dua ekor kambing dan jika perempuan maka disembelihkan dengan satu ekor kambing.

“Itulah beberapa tuntunan berkaitan dengan yang harus dilakukan ketika menghadapi bayi yang baru dilahirkan,” kata Ustadz Ali Yusuf. (*)


Sumber: Tarjih Menjawab diakses dari https://youtu.be/iQXfPzeBH14

Ditulis ulang: Khaerunnisa (Thalibat Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    1
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat