Hukum Menggunakan Pengeras Suara untuk Syiar Agama di Bulan Puasa
Tanya: Sekarang ini dimana-mana digunakan pengeras suara untuk mengaji Al-Qur’an, khususnya di bulan puasa sekalipun sebenarnya sudah di waktu tidur. Oleh mereka yang memasangnya disebutkan untuk syi’ar. Mohon diterangkan apakah makna syi’ar itu, dan apakah benar mengaji dengan pengeras suara dapat dikatakan syi’ar? (Sa’ad Ali, Jl. Otto Iskandardinata No. 82 Mangli, Jember, Jawa Timur).
Jawab: Terlebih dahulu baik dikemukakan tentang makna “Syiar”. Kata syi’ar berasal dari bahasa Arab yang semula berarti tanda sesuatu kaum dalam peperangan, untuk dapat kenal sesama kaum itu. Syi’ar dalam arti tanda yang sangat dikenal, seperti Hari Raya merupakan syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam. Mengenai pengeras suara, sebagai alat dapat saja dipergunakan untuk menunjukkan tanda-tanda untuk dikenalnya Agama Islam, agar lebih semarak. Seperti untuk adzan, dapat juga pengeras dijadikan sarana untuk mensyi’arkan agama, dalam arti untuk lebih dikenal oleh umum bahwa saat itu sudah waktu shalat. Demikian pengeras suara dapat pula dijadikan sarana untuk mengaji, agar lebih banyak didengarkan oleh orang di sekitar masjid.
Namun begitu penggunaan pengeras tidak lepas dari situasi dan pengaruhnya. Penggunaan pengeras, dengan volume yang tinggi sehingga sangat mengganggu penghuni sekitar masjid, tentu menjadi tidak baik. Misalnya mengaji itu baik. Dengan pengeras suara lebih berhasil guna pada saat yang tepat. Sekalipun mengaji kalau di waktu malam hari dengan keras, di saat orang istirahat akan mengganggu ketenangan orang. Di samping juga mengganggu orang yang sedang shalat di masjid itu sendiri. Itulah antara lain hikmah tuntunan al-Qur’an agar kita dalam membaca bacaan al- Qur’an dalam shalat tidak terlalu keras tetapi juga tidak terlalu pelan demikian disebutkan dalam ayat 110 Surat Al Isra.
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya.
Melihat sebab nuzul dari ayat tersebut berdasarkan riwayat Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi dan ahli Hadits lainnya dari Ibnu Abbas. Menurut Ibnu Abbas, ayat di atas turun di kala Nabi shalat di Makkah dilakukan dengan bacaan yang pelan. Dan ketika mengimami para sahabat membaca al-Qur’an dengan keras. Ketika orang-orang musyrik mendengar bacaan al-Qur’an tersebut memaki-maki al-Qur’an dan yang menurunkannya (yakni Allah) dan orang yang membawanya (yakni Muhammad).
Jadi membaca al-Qur’an dengan menggunakan alat pengeras akan menjadi syi’ar kalau dilakukan secara tepat, masyarakat sekitar tidak akan terganggu ketenangannya, di kala seharusnya mereka pada umumnya beristirahat. Perlu diingat bahwa dalam masyarakat terdiri dari berbagai orang yang berbeda kondisi, ada yang sudah tua, ada anak-anak dan juga ada yang sedang sakit yang sangat sensitif terhadap suara yang keras, di samping ada pula yang menyenangi suara yang keras.
Artikel ini diangkat dari buku Tanya Jawab Agama Jilid III, Hal. 143-144.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow